Ketika memutuskan untuk bekerja di Jepang, berarti wajib mengetahui budaya kerja di Jepang. setiap negara memang memiliki budaya kerja masing-masing, dengan mengetahuinya akan membantu memahami ritme kerja di negara orang.

Beberapa aturan kerja yang akan dibahas ini tidak tertulis di kontrak, sehingga akan menyulitkan pekerja asing dalam beradaptasi. Lalu apa saja yang harus diketahui ketika ingin bekerja di Jepang?

4 Budaya Kerja di Jepang Tidak Tertulis

Lingkungan kerja di Jepang dikenal kaku dan sangat disiplin aturan. Mulai dari hal tersebut muncul beberapa budaya kerja yang membuat sebagian orang merasa tidak akan bisa menjalaninya.

1.      Tidak Pulang On Time

Meskipun Jepang merupakan negara disiplin, pulang on time menjadi hal yang mustahil. Seluruh pekerjanya memiliki dedikasi tinggi terhadap pekerjaan. Ketika waktunya pulang, pekerjanya akan molor waktu hingga 30 menit.

Rata-rata budaya kerja di Jepang memiliki jam kerja mulai dari pukul 9 hingga malam hari. Sisa waktu setelah bekerja akan dimanfaatkan para pekerjanya untuk bersosialisasi antar pegawai. 

Sisa waktu tersebut biasanya digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan. Jadi pekerjaan yang belum selesai bisa dimaksimalkan pada saat-saat itu. Hal tersebut berbeda dengan lemburan karena hanya memiliki waktu lebih sedikit.

2.      Nomikai

Budaya kerja di Jepang selanjutnya adalah nomkai atau acara minum-minum kantoran. Fenomena ini sama seperti budaya di Korea, yaitu sesama rekan kantor akan pergi ke sebuah bar supaya bisa saling mengakrabkan diri.

Acara ini memang tidak dilakukan setiap hari, namun nomikai juga membuat pekerja asing tidak bisa pulang tepat waktu. Budaya ini harus dijalankan supaya bisa saling mengenal sekaligus menghargai ajakan rekan pegawai.

Beberapa mengatakan kalau nomikai tidak wajib diikuti, namun akan menimbulkan sikap canggung terhadap atasan karena kurang mengenal serta kurang dikenal pegawai lain. Sebaiknya diikuti saja, asal sudah memasang batasan minum.

3.      Oleh-Oleh Setelah Dinas

Budaya kerja di Jepang satu ini mirip dengan budaya Indonesia ketika bepergian. Biasanya orang-orang yang sedang bepergian, entah untuk urusan dinas maupun pulang kampung akan membawa oleh-oleh.

Oleh-oleh yang dibawa tidak diharuskan memiliki harga mahal, tetapi juga disarankan tidak membeli harga paling murah. Anda bisa memperhitungkan lebih dulu berapa rekan pegawai yang akan diberi kemudian menyisihkan dana.

Ini berlaku ketika dalam perjalanan dinas, biasanya saat perjalanan dinas hanya diberi uang akomodasi dan uang makan. Oleh karena itu, dana yang dikeluarkan saat membeli oleh-oleh mengggunakan dana pribadi.

4.      Hubungan Kaku Senior dan Junior

Budaya kerja di Jepang selanjutnya berhubungan dengan sosial. Biasanya para junior harus mau ‘disuruh-suruh’ oleh para senior maupun atasan di kantor. Bahkan dulu seorang junior harus mengerjakan pekerjaan monoton bertahun-tahun.

Hubungan yang kaku ini memang melatih mental para pekerjanya. Hal tersebut berguna untuk meminimalisir kesalahan para juniornya. Akan tetapi ada banyak senior yang berani memasang badan ketika juniornya melakukan kesalahan.

5.      Istilah Go-Fun Mae No Seishin

Istilah dari go-fun mae no seishin berasal dari angkatan laut Kekaisaran Jepang. Artinya adalah ‘sikap mental bersiap 5 menit sebelumnya’ dari artinya saja sudah tampak bagaimana kedisiplinan dijunjung oleh pegawai.

Budaya kerja di Jepang mengharuskan orang-orang bersiap 5 menit sebelum waktu ditentukan segala aktivitas. Bahkan, seorang kapten kereta cepat yang terlambat satu menit akan membungkuk meminta maaf pada penumpang.

Setiap negara tentunya memiliki berbagai budayanya sendiri, apalagi bila memutuskan untuk mencari nafkah di negara tersebut. Memahami budaya kerja di Jepang akan membantu Anda dalam proses adaptasi.